Bank Indonesia Mengatur Strategi Untuk Kurangi Ketergantungan Dollar AS
siaranmedia-Nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. Nyaris mencapai Rp.13.900 semakin membuat rupiah terpuruk. Salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan itu sendiri karena kenaikan harga minyak mentah duni. Sementara Indonesia sendiri masih mengimpor minyak. Karena itu yang memicu permintaan dolar yang tinggi.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman mengatakan, tujuan melakukan hal ini dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan penggunaan dolar AS dalam transaksi perdagangannya. Sebab, melalui LCS tersebut, transaksi akan lebih murah dan juga bisa menekan kebutuhan dolar AS.
Meski begitu, dia mengungkapkan, saat ini Indonesia baru menjalin kerja sama terkait penggunaan LCS dengan dua negara, yakni Malaysia dan Thailand.
"Kita sudah ada LCS kan, kami terus mendorong pengusaha untuk pakai LCS," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Senin 23 April 2018.
Agusman tak memungkiri, masih banyak pengusaha yang belum menggunakan fasilitas tersebut. BI pun akan terus mendorong pengusaha agar tidak lagi bergantung pada dolar AS untuk melakukan transaksi perdagangan luar negerinya.
"Ya kita dorong, ini kan kalau pengusaha bukan hanya satu faktor. Kami melihat situasi itu, termasuk yang kami dorong itu single currency di Malaysia, Thailand. Pada saat itu sesama kita bisa, ngapain beli currency lain," ungkapnya.
Pada catatan Bank Indonesia (BI) , transaksi ekspor impor langsung dengan mata uang lokal antara korporasi di Indonesia, Malaysia, dan Thailand masih sepi peminat. Sejak diluncurkan akhir tahun lalu, transaksinya baru mencapai Rp28,69 miliar sepanjang Januari-April 2018.
Angka tersebut masih terbilang kecil. Hal ini disebabkan , perdagangan antara Indonesia-Malaysia 94 persen masih menggunakan dolar AS.
"Makanya kami mau dorong agar mereka tidak menggunakan dolar AS, tetapi dengan baht atau ringgit dan rupiah," ungkapnya.
Komentar
Posting Komentar