Bukan Danau Toba, Inilah Danau Terdalam di Indonesia: Ada Ikan Purba dan Gua Tengkorak di Bawah Air



pojokwarta - Danau Toba di Sumatera Utara sedang menjadi sorotan media, baik dalam maupun luar negeri.

Pemicunya adalah tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun, Senin (18/6/2018).

Sampai berita ini diturunkan, 192 orang dikabarkan hilang dan tiga orang dipastikan tewas. Pencarian masih terus dilakukan. Satu hal yang menyulitkan Basarnas dalam melakukan pencarian adalah kedalaman lokasi kejadian yang lebih dari 505 meter.

Situs worldatlas.com menyebut kedalaman Danau Toba mencapai 1657 kaki atau 505 meter. Kedalaman yang menempatkan Danau Toba sebagai danau terdalam ke-16 di dunia. Meski jadi satu danau terdalam di dunia, Danau Toba hanya berada di posisi kedua sebagai danau terdalam di Indonesia.

Ada satu danau yang lebih berhak mendapat predikat danau terdalam di Indonesia, yaitu Danau Matano di Sulawesi Selatan. Worldatlas.com menempatkan Danau Matano sebagai danau terdalam ke-12 di dunia dengan kedalaman 1936 kaki atau 590 meter dan tercatat sebagai danau terdalam di Asia Tenggara.

Ada banyak hal menarik mengenai danau yang memiliki gua tengkorak serta ikan purba di dalamnya tersebut. Danau Matano adalah satu dari tiga danau yang ada di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Lokasi ini banyak menyimpan cerita sejarah dan daya tarik akan keindahan panorama alam.

Di Danau Matano terdapat gua bawah air serta dihuni ikan purba. Ikan purba buttini

Traveler bisa menyusuri Danau Matano menggunakan perahu tradisional (katinting). Keindahan panorama alam pegunungan dan tebing batu yang mengitari danau seluas 16.000 hektar itu akan memanjakan mata. Selain menawarkan keindahan panorama alam pegunungan verbeck yang mengitari pesisir, Danau Matano juga dihuni ratusan spesies fauna endemik. Di antaranya udang, kepiting, siput, dan ikan. Uniknya fauna yang ada di Danau Matano, sebagian besar tidak bisa dijumpai di danau lain yang ada di Indonesia.

Bahkan, di Danau Matano terdapat spesies ikan endemik yang tergolong langka di dunia.

Ikan ini diberi julukan ikan purba karena warnanya yang kecokelat-cokelatan dan bentuknya yang mirip dengan binatang purba. Bagi masyarakat setempat, ikan ini diberi nama "ikan buttini".

"Beberapa orang peneliti yang pernah datang ke kampung kami menyebut ikan buttini adalah ikan purba yang jenisnya hanya ada dan berkembang biak di Danau Matano," tutur Jihadin, tokoh pemuda asli Sorowako.

Ikan buttini adalah ikan yang paling digemari masyarakat setempat, tak heran jika sebagian warga pesisir Danau Matano, menggantungkan hidupnya sebagai nelayan pemancing ikan buttini. Walaupun bentuknya sedikit aneh dengan bola mata menonjol keluar dengan kulitnya berwarna kecokelat-cokelatan, tetapi dagingnya terasa gurih saat dimakan.

Bagi masyarakat setempat paling gemar menyajikan dengan cara di memasak biasa, hanya mencampurkan bawang, jeruk kunyit, dan garam. Sementara itu, untuk satu ekor ikan buttini yang beratnya mencapai 1 kilogram dijual dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 25.000.

Sementara itu, di bibir Danau Matano yang sebagian adalah tebing batu papan, juga terdapat beberapa lubang gua yang di dalamnya terdapat sisa peninggalan sejarah. Seperti tombak, parang, dan peralatan rumah yang terbuat dari besi kuningan, yang diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun silam. Uniknya, tiga dari enam buah gua yang ada sekitar Danau Matano berada tepat di bibir danau.

Di liang gua tersebut, alur liangnya tembus dari tebing batu ke air danau. Ada juga gua yang lokasinya berada tidak begitu jauh dari permukiman penduduk. Gua yang banyak dihuni kelelawar, terdapat banyak tulang belulang dan tengkorak manusia.

Gua tersebut dinamai warga Matano dengan sebutan Gua Tengkorak. "Tengkorak itu ada sejak ratusan tahun silam sebelum adanya ajaran agama masuk ke daerah Tana Luwu, di mana leluhur kami belum mengenal yang namanya agama."

"Mereka dulu dimasukkan ke dalam liang batu saat meninggal," ungkap Mahading (86), yang ditemui di rumahnya di Dusun Matano, Sabtu (16/6/2012).

Mahading adalah pemangku adat dari keturunan Makole Matano yang diberi gelar Mahole Matano.

Ayah empat anak ini adalah pemangku adat Matano, generasi kelima dari keturunan kepala adat Makole Matano bernama Camara yang telah meninggal dunia 400 tahun silam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pilgub Sumut Usai, Aliansi Mahasiswa Permasalahkan Soal C6

UGM Juara Shell Ideas360 London Dengan Mobil Tenaga Plastiknya

Ratusan Mahasiswa Doakan Bawaslu Tegas Jangan Mudah Masuk Angin